Gara-Gara Rokok
MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN.
Sanji membaca sebaris kalimat itu dari bungkus rokoknya pagi ini. Ia
terdiam sejenak di hadapan kompornya. Bukannya ia baru tahu bahwa ada
peringatan sebesar 4 x 1 cm di tiap bungkus rokok yang ia beli, hanya
saja baru kali ini ia merasa ada 'sesuatu' pada tulisan itu. Ia tahu
jelas arti tulisannya, dan apa maksud serta tujuannya. Tapi, seperti
kebanyakan perokok berat lainnya, Sanji menghiraukan tulisan itu.
Sanji kadang-kadang bertanya sendiri, kenapa ia tetap melanjutkan
kebiasaannya itu padahal sudah tahu apa dampak rokok yang ia isap tiap
hari. Larangan itu kedengaran hampa baginya, seolah hanya isapan jempol
belaka. Dan lagipula, pikir Sanji, sudah tahu rokok berbahaya bagi
kesehatan, kenapa masih juga diproduksi?
Akhirnya, bachelor
muda itu mengangkat bahu dan melempar bungkus rokok yang sudah kosong
itu ke tong sampah, seperti yang ia lakukan pada bungkus-bungkus rokok
yang lain. Ia melanjutkan kegiatan memasak makan siang untuk Nami-swan,
Robin-chwan, dan kru-kru lainnya dengan santai. Setelah dirasa sudah
waktunya matang, saus untuk steak itu ia ambil sedikit untuk dicicipi.
Ia yakin rasanya enak dan extra-sempurna, tapi sudah kewajiban koki
untuk mencicipi rasa masakannya, sekaligus berjaga-jaga kalau di masakan
itu ada racunnya.
Tapi kok, hambar?
Mata Sanji terbelalak seketika menghadapi kenyataan itu. Masakannya... hambar?
Rasanya ia sudah memasukkan semua bumbu; garam, gula, kecap Inggris,
dan rempah-rempah untuk memberikan wangi saus yang menggoda. Tanpa
dicicipi pun ia sudah bisa 'menggambarkan' kehebatan rasanya.
Sekali lagi ia mencicipi rasa saus steak itu, kali ini dengan jumlah
yang lebih banyak. Sanji kini berkonsentrasi penuh pada rasa masakannya.
Mungkin ia kurang memberi garam? Sewaktu ia akan memasukkan bumbu itu
ke saus, kaptennya yang tukang makan datang dan mengacau sedikit.
Mungkin saja saat itu ia tidak jadi memasukkan garam dan berasumsi bahwa
ia sudah melakukannya.
Tapi tetap hambar. Agak-agak pahit malah.
Kini Sanji semakin tertegun. Ini pertama kalinya dalam hidupnya ia
mengalami kasus 'buta rasa'. Untungnya, Robin masuk ke dapur untuk
membuat kopi.
"Sedang memasak apa?" Tanya wanita itu ramah
sambil menaruh gelas kopinya di bawah mesin-pembuat-kopi-SUPER, dan
menaruh sejumlah biji kopi di wadah penggilingnya. Mesin pembuat kopi
yang lama hancur karena Luffy, Usopp, dan Chopper bereksperimen
menggiling daging mentah di dalamnya (dagingnya tercincang dan mental ke
seluruh dapur. Nami marah besar, karena harga mesin pembuat kopinya
mahal, sehingga Franky dan Usopp membuatkan yang baru dengan embel-embel
kata 'SUPER').
"Saus steak," Jawab Sanji, "Robin-chan, maukah kau mencicipi sausnya?" Tanya Sanji sopan.
"Dengan senang hati," Jawab Robin. Ia meninggalkan mesin yang sedang
menggiling biji kopi itu dan menghampiri Sanji. Sanji memberinya sendok
pencicip makanan dan menunggu dengan sabar tapi harap-harap cemas.
"Rasanya lezat sekali, Tuan Koki."
"Begitukah?"
Sanji terlihat lega. Tetapi sekarang ia malah memikirkan sesuatu
mengenai indera perasanya. Dan tiba-tiba saja, sebuah pesan lama dari
Pak Tua Keparat yang ia kenal menamparnya...
..."Hentikan! Rokok akan merusak indera perasamu!"
"Hehe... kan aku sudah dewasa!!"...
... Sanji segera memaksa pikirannya kembali ke bumi. 'Bodoh, apa yang kupikirkan?'
"Terima kasih sudah mau membantuku, Robin-chwan."
Robin memberikan senyuman 'no problem'-nya dan berjalan sambil membawa
segelas kopi hangat untuk ia nikmati. Sanji lega, Robin tidak menanyakan
absennya pikirannya sesaat tadi.
Atau begitulah pikir Sanji.
Pengalaman Robin memata-matai selama 20 tahun segera menyadari ada
sesuatu yang salah dari sedikiiiit saja kerutan di kening Sanji. Dan
hanya butuh waktu perjalanan dari dapur ke perpustakaan untuk Robin
menyimpulkan bahwa hal yang salah itu ada pada indera perasa Sanji...
Malam tiba, dan tidur Sang Koki tidak tenang. Ia menggeliat ratusan
kali di atas hammock-nya, mengganti arah, posisi tidur, hingga
berguling-guling tapi kantuknya tak kunjung datang. Ditambah kepalanya
terasa agak berat. Sebenarnya kenapa dengan tubuhnya hari ini? Setelah
lidahnya hanya bisa merasakan rasa hambar dan pahit, sekarang kepalanya
juga ikut-ikutan aneh.
Sanji menyerah.
Ia bangkit dari
hammock dan berjalan keluar kabin tempat anak-anak cowok tidur. Angin
malam segera menghembus menerpa tubuhnya yang terbalut kaos dan celana
biasa. Angin bertiup agak kencang, mungkin lebih baik ia mengambil
jaketnya. Dan rokoknya.
Setelah mengambil dua benda kebutuhan
primer-nya saat ini, ia kembali ke dek rumput. Menikmati hembusan angin
yang membelai rambutnya dan membawa terbang asap rokok yang ia
hembuskan. Laut tenang dan bulan bersinar cerah, cahayanya terpantul di
hitamnya laut bagaikan cermin yang berombak. Rasa sakit di kepala Sanji
masih membandel, dan mau tak mau ia juga kepikiran dengan kejadian tadi
siang...
Kenapa dengan lidahnya?
Sekarang ia mengerti
apa yang dimaksud dengan 'sesuatu terasa berharga ketika kita sudah
kehilangannya'. Dengan lidah yang nyaris-divonis-lumpuh, ia tidak
mungkin menjadi koki lagi. Koki harus mencicipi makanan yang ia buat.
Walau koki itu adalah koki terhebat sedunia yang bisa 'menggambarkan'
rasa hanya dengan menakar bumbu masakannya saja, mencicipi apa yang ia
buat dengan tangan sendiri adalah sebuah hukum yang tidak boleh
dilanggar seorang koki.
Benarkah ia kehilangan fungsi lidahnya
karena rokok? Bagaimana reaksi Zeff kalau tahu peringatannya menjadi
kenyataan? Belum lagi alasan Sanji dulu yang memang tidak berbobot sama
sekali ketika memutuskan untuk merokok. Ia merasa dirinya sudah dewasa
dan patut merokok? Bagaimana bisa dirinya bisa berpikir sepolos itu?
"Sanji-kun?"
Sanji menoleh, melihat Nami-swannya yang sedang jaga malam menghampiri.
Dari wajah cantik Sang Navigator, Sanji bisa menerka bahwa gadis itu
bertanya-tanya kenapa ia bisa duduk di dek rumput di tengah malam buta.
"Tidak bisa tidur." Sanji menjawab pandangan bertanya itu, "Kepalaku sakit."
"Oh..." Nami mengambil tempat di sebelah Sanji. Tidak perlu repot-repot minta izin karena Sanji pasti akan mengiyakan.
"Kau memikirkan sesuatu?" Tanya Nami akhirnya. Tumben sekali Sanji tidak memujinya yang memakai gaun malam.
Sanji menatapnya sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Aku hanya memikirkan sebuah kejadian di masa lalu."
"Apa kau ingin ku tinggal sendiri?" Tanya Nami, walau sudah tahu bahwa jawabannya sudah pasti adalah—
"Maaf, Nami-swan, tapi untuk saat ini, iya."
—Jelas bukan jawaban itu. Sanji MENOLAK berduaan dengannya? Apa yang ia
pikirkan sampai jadi OOC begitu? Pasti ada yang tidak beres!
"Yah, baiklah. Aku ada di perpustakaan. Malam, Sanji-kun." Tapi Nami
memutuskan untuk tidak mengorek lebih jauh. Belum saatnya. Ia sendiri
terkejut dengan sikap Sanji malam ini. Ia selalu berteori bahwa hari
dimana Sanji menolak berduaan dengannya adalah hari dimana Luffy membaca
buku; artinya, itu tidak mungkin.
"Malam, Nami-swan." Balas Sanji. Yah, minimal Sanji masih tetap memanggilnya dengan embel-embel '-swan'.
Setelah Nami kembali ke perpustkaan, Sanji menatap puntung rokok di
tangannya. Luffy mengajaknya bergabung karena ia butuh koki selama
perjalanan mengarungi Grand Line. Kalau lidahnya lumpuh, masihkah ia
sanggup menyebut dirinya koki? Bagaimana kalau lumpuhnya lidah hanya
awal permulaan? Bagaimana kalau selanjutnya paru-parunya yang lumpuh?
Hampir di setiap scene, Sanji si Kaki Hitam selalu terlihat di dapur,
memakai celemek Doskoi Panda, dan memasak — biasanya sup. Tapi siang
ini, setelah ia memberikan makan siang untuk nakama-nakamanya, Sanji
justru terlihat di perpustakaan, dan bukan berkutat pada buku resep. Di
atas tangannya, terdapat sebuah buku kedokteran yang terbuka di halaman
172.
Ia tahu benar apa bahaya merokok, tapi ada hal yang ingin
Sanji pastikan dari insiden kemarin. Entah kenapa ia benar-benar
penasaran, bahkan kepalanya terasa sakit sekarang karena kurang tidur
semalaman.
Berikut adalah bahaya merokok pada kesehatan;
Satu, kanker paru-paru...
Dua, serangan jantung...
...
...
Sepuluh, RASA PAHIT PADA MULUT TANPA ADANYA TEMBAKAU
Sebelas, HILANGNYA FUNGSI INDERA PERASA PADA LIDAH
...
...
Di mata Sanji, ada beberapa nomor yang entah kenapa tercetak capslock pada pandangan matanya.
"Baca apa kau sampai berkeringat dingin begitu?" Tanya suara bass di
belakangnya. Sanji terlonjak dan menaruh buku yang ia baca asal saja
kembali ke raknya.
Ia segera menyemprot rekannya yang berambut hijau, "Kau! Dasar brengsek! Mau membuatku kena serangan jantung, ya?!!"
'... Sebelum aku terkena serangan jantung karena kecanduan rokok...' Tambah pikiran Sanji usil.
Sanji menendang 'Little-Devil-Sanji' di kepalanya itu ke Mars dan lalu kembali ke bumi secepatnya.
"Sayang sekali aku tidak berhasil membuatmu kena serangan jantung," sindir Zoro, "begitu saja kaget... baca apa kau?"
"Bukan urusanmu. Ngapain kau disini? Biasanya kau lebih senang ada di gym..."
"Nami menyuruhku mengambilkannya buku catatan navigasinya. Kenapa kau di depan rak buku Chopper?"
"Kalau kau sendiri kesini untuk mengambil buku Nami-san, kenapa juga kau di depan rak buku Chopper?"
Zoro memandangnya heran, "Rak buku Nami kan disini." Ia menunjuk rak
buku di sebelahnya yang berhadapan dengan rak buku Chopper. Zoro
bertanya-tanya kenapa penggemar Nami nomor satu di depannya itu bisa
lupa letak rak buku sang pujaan. Matanya sempat melirik sekilas ke buku
yang barusan di baca Sanji; seperempat badan buku itu masih terjulur
keluar, dan dengan lirikkan kurang dari sedetik itu, judul bukunya yang
tertera pada bagian samping buku segera terpatri pada ingatan Zoro.
Omong-omong, Nami berpesan kalau ia tidak muncul dalam 5 menit ke depan
bunga utangnya akan ditambah. Zoro segera meninggalkan perpustakaan dan
Sanji sendiri, tetapi masih sempat menggumamkan sesuatu yang cukup
keras untuk di dengar Sanji, "Ternyata orang yang beralis lingkar akan
sulit mengidentifikasikan kepemilikkan suatu benda..."
"MARIMO KEPARAT! GARA-GARA RAMBUT HIJAUMU ITULAH MAKANYA KAU TIDAK BISA MENGIDENTIFIKASIAN ARAH!!"
Zoro berjalan ke dek rumput tempat Nami berada tanpa menghiraukan
teriakan Sanji tadi. Ia hanya memikirkan judul buku yang tadi sempat ia
curi pandang; BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN.
Kenapa si Koki Cinta membaca bahaya merokok? Apa di baru sadar kalau merokok itu berbahaya?
Menjawab pertanyaan Zoro, sebuah bom melayang menghantam dek rumput.
BLAAAAAR!!
KRAAK!!
"Apa yang kalian pikir lakukan pada kapal kami, Marinir Sialan?!" Bentak Franky.
Mendengar kata marinir, secara insting Sanji dan Zoro berlari ke atas
dek. Ada 6 kapal berloreng hitam di hadapan Thousand Sunny.
"Mugiwara no Luffy! Kami akan menangkapmu dan teman-temanmu kali ini!!" Gertak tanpa hasil sang pemimpin di kapal itu.
"Saatnya bertempur!!!" Seru Kapten mereka penuh semangat.
"OUGH!!"
"Nami-swan! Robin-chwan! Aku akan melindungimu!"
"Yohohohoho!! Berhadapan dengan marinir membuat jantungku berdebar-debar!! Ah, tapi—"
"Ya, ya! Kau sudah tidak punya jantung! Lakukan sesuatu pada pasukan yang baru melompat ke kapal kita!!"
"—SKULL JOKE!! Yohohohohoho!!!"
Sanji menghajar sebanyak mungkin marinir yang ia bisa, jelas masih
menyimpan dendam mengenai masalah poster buronannya. Ini cuma
perasaannya saja atau jumlah marinirnya bertambah dua kali lipat? Bukan
masalah sih, tapi kepalanya jadi sakit melihat jumlah marinir yang
mengepungnya, berusaha memberinya semakin sedikit ruang gerak.
Aneh, pikir Sanji, tubuhnya tidak mau menurut. Kenapa napasnya cepat
sekali habis? Jantungnya juga lelah. Ini tidak baik... paru-parunya
terasa nyeri. Ia juga sadar perlahan-lahan kekuatan tendangannya semakin
berkurang. Dan sekali lagi, sebuah baris yang ia baca 15 menit
sebelumnya menampar pikirannya lagi...
BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN
...
...
Enam, gangguan kehamilan dan cacatnya janin
Tujuh, HILANGNYA STAMINA DAN MUDAH LELAH
...
...
Apa mungkin hanya tinggal tunggu waktu saja sampai ia kena serangan
jantung? Bagaimana kalau pada kali berikutnya Luffy menganggunya maka ia
benar-benar akan mati? Ini bukan cara mati yang ia inginkan sebagai
seorang bajak laut...
"Oi, Sanji! Kau kenapa?" Tanya Luffy di antara serangan-serangannya.
Hah? Bagus, bahkan sekarang krunya bertambah dua kali lipat di matanya.
Ia pernah baca kalau rokok memberikan efek halusinogen juga...
BRUK!
"SANJI!!!"
"Sanji roboh!! Franky, kita lari saja!" Teriakan panik Nami adalah hal yang terakhir yang ia dengar...
Mugiwara no Kaizoku panik. Sanji pingsan di tengah pertarungan dengan
nafas tersengal. Untungnya operasi penyelamatan diri berhasil dilakukan
oleh Franky dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Kini, mereka berada
di perairan musim semi Grand Line yang tenang. Semuanya berkumpul di
depan ruang kerja Chopper, minus Sanji yang diperiksa Chopper, dan
Chopper sendiri yang memeriksa Sanji.
"Kenapa Sanji bisa
pingsan?" Tanya Usopp, topeng Sogeking masih ada di tangannya sementara
jubahnya masih terpakai, "setahuku dia sehat sekali."
"Mungkin ia kurang tidur? Setahuku kemarin ia bergadang jaga malam..." Tebak Franky.
Mereka kembali sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya suara Luffy memecahkan keheningan.
"Kalau Sanji tidak ada..." Kata Sang Kapten lirih, "... makananku gimana?" tangisnya memelas.
"BUKAN ITU POKOK MASALAHNYA!" Bentak seluruh kru kecuali Robin.
"Mungkin sudah saatnya aku mengarang requiem untuk upacara kematian?" Tanya Brook santai.
"JANGAN NGARANG CERITA YANG TIDAK-TIDAK!!"
"Kemarin," akhirnya Robin angkat bicara, "Tuan Koki memintaku mencicipi makanannya."
Semua kru terdiam sejenak. Belum nalar akan maksud dari informasi Robin.
"Lalu?" Tanya Luffy, sekadar memberi jeda.
"Ia agak bingung waktu kubilang makanannya enak. Mungkinkah ada masalah pada indera perasanya?"
"Sebelum kita bertempur, aku bertemu si Alis Dart di perpustakaan. Ia
ada di hadapan rak Chopper dan membaca buku berjudul "Bahaya Rokok Bagi
Kesehatan." Kini giliran Zoro yang memberikan kesaksian."
Usopp
berusaha merangkai logika dari bukti yang ada, "indera perasa hilang...
buku "Bahaya Rokok Bagi Kesehatan"... dan pingsan dengan nafas
tersengal-sengal..."
Nami tiba-tiba menahan napas dengan
ekspresi panik, seluruh kru menoleh ke arahnya, "jangan-jangan.... efek
samping dari rokok itu mulai terasa bagi tubuhnya!"
"Kalau begitu, yang barusan itu..." Robin berusaha berpikir melalui reka ulang kejadian di kepalanya.
"... serangan jantung?" Nami menyelesaikan kalimat Robin. Air mata segera terbit di wajah cantiknya.
Semua kru terdiam. Bingung dan tidak percaya akan informasi yang baru
mereka dengar. Shock. Dari semua berita buruk, kenapa berita buruk
seperti ini yang mereka dapatkan?
Pintu ruang kesehatan terbuka, dan sosok mungil rusa berhidung biru muncul.
"Chopper!! Bagaimana keadaan Sanji?!" Teriak Luffy panik. Diikuti rentetan pertanyaan dari sisa nakamanya.
"Apa masih bisa selamat?!"
"Kumohon iya! Biasanya serangan pertama tidak terlalu parah!!"
"Jawab kami, Chopper!!"
Chopper terdiam, "lebih baik kalian lihat sendiri..."
"AAAAH!!! SANJIII!!! KENAPA KAU PERGI SEBELUM MENEMUKAN ALL BLUE?!" Raung Luffy berurai air mata.
"Dasar Alis Lingkar Bodoh!! Terus saja merokok seumur hidupmu!"
"Sanji-kun...!"
"Abang Kokiii!!! Hiks! Aku tidak menangis lhooo...."
"Sanji-san, walau aku belum lama bertemu denganmu, aku tetap menghormatimu..."
"Tu-Tunggu! Sebenarnya kalian kenapa?" Tanya Chopper bingung. Di saat
yang bersamaan, Luffy, yang berhasil memeluk jasad Sanji paling pertama,
juga menyadari hal lain...
"Na-Nande? Kenapa mayat badannya panas begini?"
"Si-siapa yang mayat? Kalian ngomong apa dari tadi?" Chopper yang bingung segera meminta penjelasan teman-temannya.
"Sanji tidak mati?" Tanya Usopp.
"Memang siapa yang bilang dia mati? Dia terserang CACAR AIR!!" Kata Chopper keras.
"Ta-tapi... Katanya mulutnya terasa hambar..." Nami tergagap.
"Semua orang yang sedang demam mulutnya akan terasa pahit, sehingga makanan apapun yang masuk pun rasanya hambar."
"Tadi dia pingsan, tersengal-sengal, dan mencengkram dadanya kan?" Tanya Zoro.
"Dia kan demam, terlalu banyak bergerak akan membuatnya cepat lelah dan otot dadanya pasti nyeri!"
"Maksudmu, dari kemarin ia tidak sadar kalau sedang demam?" Tanya Robin.
"Sepertinya begitu... Itu karena kemarin demamnya hanya berupa gejala
kecil saja. Sekarang baru mulai panas dan akan muncul bintik merah di
tubuhnya." Chopper menggulung lengan kemeja Sanji, memperlihatkan
beberapa bintik merah khas cacar air, "mulai besok, pasti bintiknya akan
membesar... Tapi kalau dirawat baik-baik ia akan sembuh dalam seminggu
ini."
"Ta-tapi, bukankah Robin juga setuju Sanji kena serangan jantung?" Luffy menunjuk rekan wanitanya yang berambut hitam itu,
Robin mengangkat bahu, "Aku sedang berpikir mengenai gejala-gejala
Sanji... semalam ia susah tidur sehingga memutuskan untuk jaga malam,
ditambah lidahnya yang agak bermasalah menurut dirinya... ketika aku
akan menarik kesimpulan, Nami sudah memotong perkataanku terlebih
dahulu."
Semua kru kembali shock untuk masalah yang berbeda.
"... tadinya aku akan memberi tahu kalian kalau Tuan Koki hanya terserang demam, mungkin..."
"Memang kalian kira Sanji kenapa sampai harus mati segala?" Tanya Chopper polos.
Semua kru menghela napas dan tanpa sadar merosot ke lantai, membiarkan
Sang Dokter Rusa memandang mereka penuh tanda tanya, dan Robin hanya
tertawa kecil melihat teman-temannya tanpa sadar menunjukkan rasa sayang
mereka pada seorang koki yang sedang kena cacar air... termasuk Zoro.
"Omong-omong... Usopp, kok topeng Sogeking ada padamu?"
"A-apa?! O-oh... di-dia menitipkannya padaku untuk ku reparasi... itu
karena ia bertarung di pulau penuh hewan raksasa aneh di pulau yang
melayang—"
"Seperti Pulau Langit?"
"Ya, semacam itu!!
Ia harus melawan macan biru, belalang raksasa, lalu melawan penguasa
pulau itu! Dia adalah pria besar berkaki kayu dengan kemudi kapal yang
menancap di kepalanya!! Lalu... ah, tapi kurasa kalian tidak tertarik
dengan cerita Sogeking—"
"CERITAKAN!! CERITAKAN PADA KAMI!!"
THE END
Author: mocaimocai
MR.galau
۞Peta Harta۞
0 komentar:
Posting Komentar