English French German Spain Italian Dutch
Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jumat, 12 April 2013

Life is not like a game

Hidup itu tidak seperti bermain game.

Memang banyak yang bilang dan meng analogi kan kehidupan itu seperti bermain game, tapi ada beberapa perbedaan kehidupan nyata dengan game.
hal ini perlu ditekankan agar kita tidak terlena dengan angan-angan / khayalan semata. ( slogan saya : realistis optimis )

1. Life.
didalam game ada tempat revive point, dimana bila kita mati kita bisa hidup kembali, tentu saja di dunia nyata ini tidak mungkin terjadi, karena itu sebelum anda berencana mengakhiri hidup anda coba pikir lagi deh, anda yakin bisa hidup lagi? gag kan? pikirkan orang-orang susah payah untuk bertahan hidup ( misalnya di medan perang ) kenapa anda malah mensia sia kan kehidupan anda?

2. Quest
quest dalam kehidupan nyata sendiri memang ada, quest di game maupun di dunia nyata sama sama bertujuan untuk menaikan level dan quest di dalam game selalu sama untuk setiap chart ( newbie ) , tetapi perbedaanya adalah, bila di dalam game, kita bisa mengetahui quest apa saja yang akan kita kerjakan, yang belum, yang penting dan quest yang akan diberikan. namun berbeda di dunia kita, quest kita bersifat rahasia, setiap orang bisa berbeda mendapatkan quest yang diberikan oleh GameMaster - Allah., karena itu tidak perlu mengeluh atas keadaan yang ada pada diri kita, toh itu sudah di sesuaikan dengan level kita sesuai dengan chart asli kita di dunia nyata. hanya karena kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya bukan berarti kita tidak bisa mempersiapkannya.

3. Skill.
di dalam game kita bisa menguasai banyak skill yang dipelajari dalam waktu singkat bahkan bisa menggunakan skill dari chart yang berbeda, tetapi pada kenyataannya untuk menguasai / mempelajari suatu keahlian kita memerlukan waktu yang tidak sedikit, bahkan bisa menghabiskan waktu bertahun-tahun. jadi apabila kalian ingin mempelajari sesuatu anda harus tekun, dan hasilnya juga tidak bisa dilihat dalam waktu singkat. semua skill di dunia nyata ini memerlukan proses dan pematangan untuk hasil maksimal ( level skill )

4. War
kebanyakan game memang bertemakan perang dan kekerasan, karena jujur, memang game yang seperti ini lebih menarik karena harus mengatus strategi, menaikan level dll. tetapi kita hidup tidak di zaman perang, karena itu hindarilah kerusuhan dan keributan. pada dunia nyata memang anda tidak akan di banned oleh GM - Allah, tetapi tentu saja itu akan mengurangi point anda dalam kehidupan. cintailah kedamaian, karena damai itu indah.



salam,
Mantan pecandu game

Logika Perbandingan - Menutup Aurat

Photo by Google
Logika perbandingan mengapa menutup aurat.

Tahukah anda bahwa segala sesuatu yang berharga itu akan di jaga / di tutup dengan baik dan rapat, mengapa begitu? akan saya berikan beberapa contoh

1. Anda tentu sering melihat film mengenai pencurian emas / berlian / uang dalam jumlah besar, emas / berlian tersebut akan di simpan di sebuah brankas yang tertutup rapat, bahkan tidak ada tempat untuk mengintip.
karena emas / berlian itu bernilai tinggi alias berharga maka ia harus dijaga, salah satunya dengan memasukannya ke "brankas yang terkunci dan tertup rapat".

2. Mari kita berjalan ke arah perumahan Permata Hijau / Pondok Indah, apa yang akan kalian lihat adalah perumahan megah dengan pagar pagar menjulang tinggi hingga 2 meter lebih.
mengapa demikian? jawaban yang lumrah adalah agar tidak mudah di masuki pencuri.
ya memang benar demikian, rumah megah itu pasti berisi barang barang berharga dan mahal, maka dari itu cara melindunginya antara lain, meninggikan "pagar" untuk melindungi dari pencuri yang memanjat, selain itu juga ada tambahan satpam yang mengawasi.

3. Manusia adalah organisme yang unik, faktanya adalah bahwa sudah secara sistematis organ tubuh kita yang vital akan otomatis dilindungi. contoh nya :
a. Otak. otak merukapan organ vital tubuh manusia tanpa otak kita hanya sebongkah daging, karena itu otak di lindungi oleh "tempurung otak", kemudian di lindungi oleh kulit kepala dan rambut.
b. Jantung, Hati, Paru-paru. anda semua pasti sudah tahu bahwa semua organ tersebut dilindungi oleh tulang tulang yang terususun rapi di dalam tubuh kita untuk "melindungi" dari benturan dll.
c. Kulit, apa pelindung dari kulit? pelindung kulit adalah rambut / bulu yang ada di sekujur tubuh kita, faktanya adalah semakin banyak tempat yang di tumbuhi rambut itu merupakan tempat vital kita. misalkan kepala, ketiak, atas bibir (kumis) dan kemaluan.

Selain semua contoh diatas pelindung yang ingin saya bandingkan kali ini adalah pakaian.
kenapa?
karena pakaian adalah pagar pelindung tubuh kita, seperti halnya berlian dalam brangkas, rumah mewah dengan pagar tingginya, dll.

apa yang pakaian yang biasa kita pakai?

khususnya perempuan, bukankah semakin minim / sedikit pakaian yang kamu kenakan semakin mebuktikan bahwa bagian yang terbuka / tidak di tutupi itu adalah hal yang tidak berharga untuk kamu?
karena kalau kamu menganggap bahwa tubuhmu itu berharga maka kamu akan menghormatinya dengan merawatnya, menjaganya, dan memberikan penutupnya sebgaimana kamu menghargainya.

maka, tutuplah auratmu.
rawatlah tubuhmu, dan syukurilah nikmatmu.
berhijablah.

Salam One Piece



Selasa, 02 April 2013

Sehat Dan Sembuh - Obat Bukan Solusi

Dr. Tan Shot Yen : Sehat Dan Sembuh - Obat Bukan Solusi

Dr. Tan Shot Yen lahir di Beijing, 17 September 1964 dan dibesarkan di Jakarta. Ia kuliah di Fakultas Kedokteran Universistas Tarumanegara dan lulus Profesi Kedokteran Negara FKUI pada tahun 1991. Dokter Tan Shot Yen dikenal sebagai seorang dokter yang kritis dan sering diundang sebagai pembicara dan narasumber di berbagai seminar. Selain sebagai dokter, dia juga praktisi Braingym dan Quantum, serta Hypnoterapist.

Menurut Dr. Tan Shot Yen, "Kesalahan pasien dalam berobat hanyalah mencari tahu 'bagaimana'. Bagaimana caranya menurunkan tensi, menurunkan kadar gula, menguruskan badan, menghilangkan senewen atau sakit di jemari. Jika Anda Cuma tanya 'bagaimana', Anda akan jatuh menjadi sekadar konsumen. Pertanyaan terpenting adalah mengapa Anda sampai sakit?" urainya.

Wanita 45 tahun ini memang tak mau punya pasien yang yang mengharapkan pil atau tongkat ajaib untuk membereskan tubuhnya. "Saya mau pasien yang taking ownership of their own body. Itu badan anda. Buat apa dokter yang sok tahu menyuruh ini-itu? Yang benar buat dokter belum tentu benar buat Anda." "Sampai kapan seseorang mau tergantung pada obat-obatan? Apakah setelah mengonsumsi obat dia benar-benar sembuh? Jawabannya tidak. Karena begitu obat berhenti, dia sakit lagi. Berapa banyak dokter hanya bertanya 'sakit apa' lalu berkata 'ini obatnya'? Dia tidak memberikan pendidikan atau menjelaskan asal usul penyakit. Pasien dalam hal ini mengamini saja, padahal pasien harusnya memahami perannya dalam menciptakan penyakitnya, " jelas dr. Tan.

Sakit adalah Introspeksi

"Sakit adalah introspeksi. Ketika sakit, saya berhenti dan menoleh ke belakang. Apa yang 'jalan' dan 'nggak jalan' selama ini? Nah, menjadi sembuh adalah keberhasilan introspeksi dan menemukan cara untuk lebih maju lagi. Dalam fase inilah sesungguhnya peran dokter sangat diperlukan untuk membimbing pasien menemukan kesembuhannya dan tidak  hanya meninabobokan pasien dengan obat.

Menurut dr. Tan, kita memasuki era kebablasan mengonsumsi obat. Akhirnya, obat dijadikan demand. Setelah demand melambung tinggi, masyarakat digenjot untuk mendapatkan penghasilan lebih yang sebagian besar akhirnya berakhir di atas kertas resep (habis untuk menebus obat obatan). Lihatlah berapa banyak orang yang harus berusaha mati-matian demi kep-erluan berobat salah satu anggota keluarga.

"Akibat perkembangan ilmu kedokteran terutama setelah ditemukannya alat pacu dan cangkok jantung, tubuh manusia yang tadinya holistic lalu dipecah-pecah. Kalau kepala sakit yang diobati, ya kepala saja. Kita terlepas dari tubuh, emosi, dan kecerdasan spiritual. Tubuh manusia hanya jadi seperangkat mesin. Kalau ada yang salah, kita pergi ke bengkel. Dan, rumah sakitlah bengkel terbesarnya. Betul, badan manusia terlalu kompleks untuk dipegang satu ahli saja. Manusia boleh dipegang beberapa ahli, asal mereka sama-sama sadar bahwa manusia diciptakan Tuhan. Masalahnya, dokter punya arogansi profesi. Seorang dokter biasanya susah dibilangin dan selalu merasa benar," tuturnya lugas.


Inilah beberapa tips sehat ala Dokter Tan.
Semua karbohidrat buruk seperti gula dan turunannya, terigu, beras dan pati, akan cepat diubah menjadi gula dan masuk dalam peredaran darah. Kalau ini terjadi terus-menerus, efek lanjutannya adalah menurunnya daya tahan tubuh, kegemukan, kolesterol, diabetes, dan penyempitan pembuluh darah.

Sebagai ganti karbohidrat buruk, sayur mentah dan beberapa jenis buah bisa menjadi menu yang mengenyangkan dan menyehatkan. Dengan makan sayur mentah dan buah, dijamin enzim berguna masih hidup dan semua vitamin serta antioksidannya tidak hilang. Porsinya tentu harus memadai, misalnya untuk makan siang (dengan takaran satu dinner plate): 1 ikat selada segar, 1 bh timun, 1 bh tomat, 1 bh alpukat, dan 1 bh apel. Sayuran yang kita konsumsi sebaiknya tidak dimasak, karena manfaatnya sudah tidak ada lagi (nilai gizi sudah hilang).

BUAH YANG BAIK untuk dimakan antara lain: apel, alpukat, dan pir. Buah lain seperti durian, mangga, pepaya, dan pisang sebaiknya dihindari karena kandungan gulanya tinggi. Satu lagi, sebaiknya buah dimakan langsung dan tidak diolah terlebih dulu seperti misalnya dijus. Karena dengan dijus, terjadi pengrusakan serat, sehingga yang Anda asup hanya gulanya saja.

BAHAN MAKANAN sebaiknya tidak digoreng, karena bisa menjadi racun dan merusak organ tubuh. Usahakan makanan dikukus atau dibakar. Jika dibakar, jangan lupa dialasi daun.

PRODUK KEDELAI yang baik adalah tempe, oncom dan tauco. Sedangkan susu kedelai, kecap dan tahu kurang bagus, karena bisa menjadi pencetus kanker.

BUAH JERUK BAIK UNTUK TUBUH, karena mengandung anti-oksidan, tapi jangan dicampur dengan air hangat atau panas, karena bisa berubah menjadi racun.

HINDARI MENGONSUMSI MAKANAN YANG TELAH MELEWATI PENGAWETAN atau dalam kaleng, karena bisa sebagai pencetus penyakit.

JANGAN PERNAH MERASA TUA, karena bisa membuat seluruh tubuh kita terasa semakin tua. Usia boleh tua, tapi pikiran dan semangat kita harus tetap muda, supaya seluruh energi positif mengaliri seluruh tubuh kita.

JIKA ANDA MERASA SAKIT seperti flu, hipertensi, kolesterol dan lain-lain, coba instropeksi makanan atau minuman apa saja yang telah Anda konsumsi sebelumnya, lalu hindari. Jangan hanya minum obat, tapi makanan buruk yang Anda asup tidak berubah.

JANGAN TERPAKU PADA PEMIKIRAN BAHWA SEHAT HANYA DARI MAKANAN DAN OLAH RAGA SAJA. Sehat yang sebenarnya adalah sehat secara makanan, sehat secara fisik (olah raga yang benar), dan sehat secara pikiran dan iman.


۞Peta Harta۞

Perkenalkan, Dr. Tan Shot Yen!


OPINI | 14 April 2010 | 09:06

Dibaca: 9586    Komentar: 27   1 Bermanfaat

Cerita ini dimulai dari persiapan buku saya yang membutuhkan kata pengantar dari seorang dengan kredibilitas tinggi serta baik di dalam dunia kesehatan. Karena permintaannya muncul di last minute, agak bingung juga mencari kandidat terbaik untuk masalah ini. Bukan cuma masalah terbaik, masalahnya ‘yang terbaik’ itu ada yang mau nggak?

Siapa gue gitu loh?!

Kemudian Irene, managing editor di majalah Prevention, salah satu majalah di mana saya berperan sebagai kontributor, mengingatkan bahwa ada salah satu (dari sesama) kolumnis di majalahnya, ada yang suka dan menjadi penggemar dari tulisan-tulisan saya. Kolumnis itu bernama Dr. Tan Shot Yen!


Wah, penggemar tulisan gue? Rasanya mau terbang ke langit ketujuh. Dr. Tan, demikian beliau akrab dipanggil, adalah salah satu ikon dunia kesehatan kelas utama di Indonesia, terutama saat pengobatan naturopati mulai mewabah akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan konvensional. Metodenya yang unik namun ampuh membuat pasien beliau berkembang layaknya bilangan yang dipangkatkan dari waktu ke waktu. Belum lagi tulisan-tulisannya yang trengginas serta mengena bagi banyak pihak, membuat gaung nama beliau makin menggema di seantero jagad negeri ini. To make things even bolder, buku yang ditulisnya menjadi salah satu mega seller di negeri ini. Mega seller? Ya, kalau dihitung sebagai buku kesehatan, sebuah subjek non populer di negara ini. Sebuah bukti bahwa ilmu yang disandangnya dipandang sangat berguna oleh beragam pihak.

Kalau sampai dia bersedia memberikan kata pengantar di buku saya? Wow, ….. (kehabisan kata-kata untuk menggambarkannya).

SUARA LANTANG
“..bsk tlg krm hard copynya aja (fotokopi lah) selagi kau dtg bsk?” sepotong kalimat penuh kata singkatan yang saya terima di HP. Singkat dan lugas, tapi membuat saya bergegas ke tempat praktiknya di bilangan perumahan satelit Bumi Serpong Damai. Uniknya ia meminta saya secara spesifik datang di pukul 11. “Jangan terlambat!”. Kenapa jam 11?

“Dia pengen elo, liat cara dia menangani pasien-pasien barunya, makanya jangan telat” tukas Irene -redpel dari Prevention tadi- saat saya menanyakan kenapa jam itu yang dipilih? Kantor atau praktek beliau sangat mudah ditemukan. Satpam di kawasan pusat bisnis distrik langsung menunjukkan lokasinya “Itu mas, yang paling rame..”. Dan memang benar, parkiran di depan kantor beliau sangat penuh oleh beragam jenis mobil, dan menunjukkan penuhnya pengunjung di ruang penerimaan tamu yang sebenarnya cukup lapang namun menjadi terkesan sempit dan penuh sesak.

“Wey! Kedatengan orang penting nih gue!” teriak Dr. Tan lantang saat ia membuka pintu kamar prakteknya dan melihat saya berdiri di depan -ragu-ragu mau mengetuk untuk meminta ijin masuk. Teriak? Yup! Suaranya memang mirip dengan orang berteriak, walau ia sebenarnya bicara dengan nada biasa-biasa saja -menurutnya. Suaranya cukup lantang untuk membuat kita mau tidak mau berkonsentrasi menerima kehadiran beliau di depan. Ia menarik saya masuk, agak gak enak juga rasanya, karena di depan pintu itu telah duduk berdesak-desakan para pasien yang menunggu giliran.

“Apa kabar? Wah, kamu tau gak saya ini penggemar berat tulisan-tulisan kamu, dan selalu menunggu kesempatan kapan bisa bertemu dengan anak ini?” Komentar yang membuat muka ini merah (kalau saja kulit saya berwarna terang). “Dokter bisa aja, at least you already made something, I haven’t ” jawab saya semerendah mungkin. Bukan basa-basi, terutama yang mengenal saya, dan sering mengatakan bahwa saya adalah orang yang perlu lebih belajar basa-basi dan memfilter mulut dari mengucapkan kalimat pedas serta langsung ke tujuan. Tapi di depan sosok Dr. Tan, kharisma saya kalah bersinar dan lebih memilih untuk merendah sekalian.

Kami berbasa-basi singkat, saling mengenal dan bertukar informasi. Kami mulai membahas isi buku saya secara sistematis, beliau nampak sangat tertarik dan begitu apresiatif. “Kenapa lo gak kasih judul yang bombastis sih? Yoga for Healing misalnya?”.

Saya tertawa sambil menggeleng, “Saya gak mau membuat orang berharap terlalu banyak, akhir-akhir ini status saya mulai membuat orang-orang berdatangan dan mengharapkan kesembuhan secara instan dan ajaib, which is not what yoga can provide“.

“Persis! Gue juga gitu! Heran? Sakit mayoritas gara-gara kesalahan hidup mereka, eh dateng-dateng ke kita, kemudian bertindak sepertinya kita bisa memberikan ‘pil ajaib’ atau tongkat mukzizat yang bisa membuat mereka sontak sehat!” Tukasnya mengamini.

Tapi ia sekali lagi mengkritik usaha saya untuk low profile. “Udah deh, payah lo ah. Bikin judul yang bombastis dikit, napa? Kalau mau jadi terapis terkenal ya mau gak mau harus begitu sedikit” Saya terbahak mendengar respons ini. “Dok, saya gak pernah dan gak akan mau berusaha menjadi seorang terapis. Saya lebih suka menulis, mengajar yoga pun lebih karena dipaksa oleh lingkungan” Dia tertawa juga mendengar reaksi ini. “Gak bisa gitu, liat aja nanti, kalau menilik tulisan-tulisan dan testemoni yang masuk tentang kamu, mungkin suatu saat elu akan terpaksa mengurus ijin praktek karena tuntutan masyarakat”

Wow! Itu sebuah fenomena yang cukup menakutkan bagi saya, dan rasanya terlalu mengerikan untuk dibayangkan.

PRAKTEK YANG UNIK
Dr. Tan meminta saya untuk keluar sebentar, karena pasien-pasien lamanya akan masuk, dan kembali lagi setelah sesi pasien baru. Ruang kecil beliau segera disesaki oleh pasien-pasien lama yang bergegas masuk begitu saya keluar. Tanpa harus menunggu lama, gaya ramah namun berapi-api Dr. Tan yang tadi keluar saat bersama saya segera berganti menjadi gaya meledak-ledak tapi galak. Wuih! Gak kebayang rasanya diomelin atau nyaris dimaki-maki seperti itu. Tapi gak ada yang bisa protes, karena mayoritas apa yang diucapkan dr. Tan begitu mengena dan nyata. Intinya sih, kalau gak ikhlas dan jujur mengakui kesalahan, saya menjamin tidak mungkin akan ada pasien yang betah berada di hadapan beliau.

Entah kharisma apa yang dimilikinya? Tapi pasien itu rata-rata gak ada yang ngeyel atau mengelak saat ditembak oleh Dr. Tan dengan pertanyaan yang sebenarnya lebih mirip tuduhan! Habis mau ngeles gimana? Namanya kepengen sembuh, mending jujur kali ya? Tampaknya itu yang terbersit di pikiran mereka. Macam-macam ‘tuduhan’ beliau, mulai dari tidak patuh terhadap menu makan yang disepakati, kemalasan mereka menggerakkan tubuh seperti perintah, atau nekat mengkonsumsi bahan makanan yang dipantangkan bagi mereka.

Luar biasa dokter satu ini!

Yang lebih kacau lagi, saat ia ‘mengomeli’ seorang pasiennya yang nampaknya terserang stroke dan telah berangsur sembuh namun masih enggan melepaskan diri dari tongkatnya. “Kalau tidak mau lepas dari tongkat ini, secara fisik dan mental kamu merusak tubuh kamu sendiri, coba lepas tongkat itu, lepas!” Saat dilihatnya sang pasien nampak ragu berdiri tanpa ditopang tongkat tersebut. Kemudian Dr. Tan berbicara macam-macam ke pasiennya untuk menggambarkan kondisi buruk yang mungkin terjadi apabila ia bergantung pada tongkat tersebut, mulai dari penurunan fungsi otot, organ yang terganggu sampai ke masalah psikis di mana ia suatu saat akan menyalahkan lingkungan, mulai dari orang sekitarnya hingga ke anak-anak yang dianggap tidak memperhatikan dirinya. Entah semburan kalimat itu begitu bombastis atau mengandung mantra, hehe, mendadak sang pasien mampu berdiri tanpa masalah walau tongkat itu telah dilepas.

“Lihat kan! Apa rasanya berdiri tanpa tongkat? Tidak jatuh kan?” tukas dr. Tan puas.

Hebat!

INTEROGASI



Setelah itu saya kembali masuk ke ruang praktek beliau, kali ini bergabung dengan belasan pasien baru. Walau bersesak-sesakan di ruang yang kecil, namun tidak ada satupun pasien mengeluh atau protes, hebat kharisma dokter bertubuh langsing ini. Di sini Dr. Tan, langsung berbicara “Silahkan mengenalkan diri masing-masing dan keluhannya, tapi ingat! Ini bukan ajang curahan hati, cukup kenalkan, sisanya biarkan saya yang berbicara!”. Wuih, teknik yang unik lagi diperlihatkan oleh beliau.

Perlahan-lahan satu persatu pasien berbicara. Memperkenalkan diri dan kondisi masing-masing. Dr. Tan mendengarkan dengan seksama, lalu ia memberondong pasien tersebut dengan pertanyaan yang sifatnya personal terkait kondisi kesehatan mereka. Memberondong? I don’t exaggerate over this, ia benar-benar memberondong kata-kata layaknya senapan mesin atau UZI (senapan serbu taktis buatan Israel yang mampu memuntahkan minimal 600 peluru per menit) ke pasiennya, yang tentu saja menjadi gelagapan dan memberikan jawaban jujur tentang latar belakang mereka. Sebuah metode interogasi a la militer rupanya.

Dr. Tan : “Kenapa Anda kesini?”
Pasien : “Saya merasa obesitas, dok..”
Dr. Tan : “Kenapa obesitas?”
Pasien : “Karena keturunan di keluarga saya..”
Dr. Tan : “Nonsens! Kenapa?!” *mulai meninggi nadanya*
Pasien : “Ngg.. Anu, mm.. makan saya banyak” *mulai terintimidasi*
Dr. Tan : “Kalau makan bener, banyak juga gak pa-pa! Kenapa?!”
Pasien : “Saya suka makan yang manis-manis, dok”
Dr. Tan : “Nah, itu dia.. Persis!” *manggut-manggut puas*

“Jangan pernah ada yang bilang, kalau kalian itu sakit karena keturunan, itu mayoritas bohong! Sedikit sekali penyakit yang menurun karena genetika, sedikit!” setelah itu Dr. Tan, dengan gaya yang sangat ekspresif memukul meja di depan dan kemudian mencolokkan jari-jari tangannya ke mulut. “Ini yang membuat penyakit seakan-akan muncul di keluarga sebagai penyakit turunan…” katanya setengah membeliakkan matanya “Keluarga, meja makan dan apa yang kalian makan di sana!”.

Atau ini..

Dr. Tan : “Kenapa pak?”
Pasien : “Saya darah tinggi, dok..”
Dr. Tan : “Berapa?”
Pasien : “Sekarang sih lagi minum obat jadi 120-80
Dr. Tan : “Saya tanya nilai kamu, bukan nilai bikinan guru les!”
Pasien : “He?” *bingung*
Dr. Tan : “Itu kan bikinan dokter kamu? Bukan darah tinggimu..”
Pasien : “Hehe, iya dok..”
Dr. Tan : “Jadi kalau guru lesmu matek, nilai kamu merah lagi?”
Pasien : *Tambah bingung*
Dr. Tan : “Udah berapa taun minum obat itu”
Pasien : “Lima tahun, dok”
Dr. Tan : “LIMA TAHUN?! Dan gak ada kemajuan, begitu-begitu saja?”
Pasien : “Iya dok, tapi memang gak pernah melonjak lagi..”
Dr. Tan : “Guob*** sisan!!!” *membentak sembari memukul meja*

Kemudian sambil marah-marah pada dirinya sendiri ia mengungkapkan keheranannya pada pasien yang mau saja berobat bertahun-tahun pada seorang dokter tapi tidak menunjukkan gejala perbaikan, hanya berada pada posisi stagnan. Dan pasien itu sudah cukup puas.

“Itu sebabnya pasien yang kena darah tinggi, ‘matek’-nya rata-rata bukan karena darah tingginya, tapi karena liver atau ginjalnya ngambek! Lha wong bertahun-tahun harus menelan racun. Yang konyol ya, pasiennya.. Kok mau? Dan dokternya juga.. Kok tega?”

Ia menuding lagi ke bapak pasien darah tinggi tadi. “5 tahun ke dokter itu, pernah ndak, bapak dikasih tau, kenapa sakit darah tinggi bisa terjadi? Dan apa langkah pencegahannya agar tidak sampai sakit, selain minum obat?” Ketika sang bapak menggeleng, Dr. Tan menghembuskan nafas kesal dan membanting tubuhnya ke senderan kursi.

“Persis! Guo**** tenan!”

BUKAN SPESIALIS
Tapi bukan berarti dokter satu ini lebih banyak mengomel dan memaki. Ia sangat taktis dalam memberikan penjelasan beragam penyakit yang diderita pasiennya. Begitu taktisnya sampai orang paling awam pun rasanya bisa mengerti dengan cukup mudah apa yang dimaksud oleh beliau. Bandingkan dengan mayoritas oknum dokter yang cuma mendengar keluhan pasien, tanpa melihat mata pasien, kemudian menuliskan resep, tanpa melihat mata, lalu mempersilahkan pasien keluar ruangan, masih dengan tanpa melihat mata.

Dr. Tan lain, ia bahkan memberikan bahasa tubuh yang sangat teatrikal untuk menggambarkan kondisi tubuh yang mengalami masalah, ia juga tidak ragu-ragu berteriak kecewa, gembira atas reaksi juga jawaban pasien yang sesuai atau tidak dengan harapannya. Sebenarnya mengasyikan sekali melihat dokter satu ini saat berpraktek. Asyik, karena saya bukan pasien dan bisa melihat suasana ini dengan penuh objektivitas. Cerita lain kalau saya adalah pasien dan melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan petunjuk sang dokter ini.



“Bawa saja, bagian tubuh Anda yang sakit itu ke bengkel Astra, minta dibetulin di sana, kalau sudah balikin dan pasang lagi” Tiba-tiba salah satu kalimat pedas Dr. Tan memutus lamunan saya. Ada apa nih?

“Salah satu puncak kegob***an dunia kedokteran adalah maraknya spesialisasi ini dan itu di sana-sini. Lalu pasien yang dateng ke mereka diperlakukan layaknya onderdil mobil, dikerjakan satu persatu apabila rusak, bukannya dilihat sebagai satu kesatuan sistem, kapan mau sembuh beneran?” Omelnya dengan nada sangat keras.

Kemudian ia menjelaskan secara sistematis, mengapa tubuh manusia tidak sepatutnya dilihat dari organ per organ. Penyumbatan koroner jantung misalnya, tidak bisa tidak, penyebabnya hampir 100 persen berasal dari makanan, tapi setiap kali pasien penderita jantung koroner pergi menjalani operasi bedah jantung, entah di pasang ring atau treatment lainnya, jarang sekali dokter jantung yang memberikan tuntunan panduan makan secara cermat kepada pasien. Paling-paling pekerjaan ini dilempar ke dokter ahli gizi, yang kita semua tahu mayoritas cuma bisa memberikan resep langsing bukannya resep untuk hidup sehat.

(Kalau yang satu ini saya punya pengalaman pribadi, waktu diajak bekerja sama oleh salah satu dokter gizi kondang di Jakarta. Waktu saya sodorkan pola makan anti stres dengan manipulasi bahan makanan terkait dengan produksi zat neurotransmitter. Dokter itu terbengong-bengong, “Wah, saya mah taunya cuma bikin orang langsing doang. Gak tau nih begini-beginian?” Yak ampun? Saya ini bukan ahli gizi, mosok lebih tau konsep food therapy ketimbang dia?)

Jadi kembali ke kasus Dr. Tan tadi. Bagaimana seorang pasien bisa sembuh secara paripurna, kalau dokternya aja saling lempar-lemparan kasus? Ia sekali lagi memaki konsep spesialisisasi secara sembarang di dunia kedokteran.

“Makanya kalau ada orang tanya saya ini spesialisasi apa? Saya jawab, saya bukan mekanik bengkel, saya dokter!” Ini adalah salah satu kalimat pedas dari beliau yang diucapkan saat dulu pertama bertemu saya.

MAKAN SEHAT & BERGERAK
Akhirnya Dr. Tan memberikan resep sehat bagi setiap pasiennya. Bukan, beliau bukan mencatat kalimat-kalimat berbahasa latin untuk diteruskan ke apoteker dan diubah menjadi tablet, pil, salep atau obat cair, tidak! Resep yang ditulis oleh Dr. Tan, jangankan seorang apoteker, seorang tukang sayur yang biasa mampir ke rumah Anda pagi-pagi pun bisa mengerti.

Apa yang harus dimakan!



“Jangan ada yang protes, makanan yang saya rujuk ini bisa membuat Anda menikmati hidup atau tidak! Kalau mau sembuh, ya? Anda-Anda ini terlihat sekali adalah orang yang sudah hampir seumur hidup menikmati hidup dengan memanjakan lidah ke makanan yang enak, tapi salah!” Dr. Tan sudah menekankan konsep ini di awal pemberian resep hidup sehatnya.

“Sekarang Anda harus membayar harga nikmat tapi mematikan tersebut dengan berdisiplin mengikuti apa yang saya berikan” Tukasnya dengan tatapan tajam.

Apa yang diminta oleh Dr. Tan sangatlah sederhana untuk dimengerti dan dilakukan, tapi bagi para so called ‘penikmat hidup’, pastilah sangat berat untuk dituruti. Saran beliau :

1. “tidak ada gula!”
Orang sering dengan bodohnya mengira bahwa penumpukan lemak itu lahir akibat konsumsi lemak yang berlebihan. Padahal Dr. Tan mengatakan, “Manusia itu punyathreshold untuk lemak, yaitu rasa mual dan muak. Jarang ada manusia yang mengkonsumsi lemak lebih banyak dari kemampuan tubuhnya menerima”. Penumpukan lemak dalam tubuh kita, mayoritas lebih kepada konsumsi gula yang berlebihan dalam segala bentuk. Kandungan gula yang terlalu tinggi membuat tubuh mengeluarkan insulin berlebihan untuk menormalkan lonjakan gula darah dan mengakibatkan kelenjar pankreas lelah. Kerusakan pankreas membuat penyakit degeneratif yang sangat populer, Diabetes.

2. “buah dan sayur sebagai sumber karbohidrat”
“Berhenti makan beras, tepung atau sumber karbohidrat umum lainnya! Kalau Tuhan mau kita makan beras, kita sudah dikasih tembolok dari lahir!” Masih terkait dengan apa yang diutarakan sebagai konsumsi gula berlebihan, Dr. Tan menekankan pada karbohidrat akan berubah menjadi gula, dimana cadangan gula yang berlebihan akan segera ditransformasikan oleh tubuh dalam bentuk glikogen (disimpan dalam hati - otot) serta trigliserida (lemak). Angka trigliserida tinggi adalah sumber obesitas yang sekarang semakin marak menyerang kehidupan manusia.

“Jangan panik, dengan bilang, kalau gak makan nasi badan saya lemas” Tukasnya sebelum ada pasien yang protes. “Tubuh Anda membangun kebiasaan, bukan memenuhi kebutuhan. Pernah liat orang yang habis makan, makanan Padang? Setelah dua jam, bukannya semakin kuat, mereka malah menjadi mengantuk! So, Anda bilang Anda lemas, kalau tidak makan nasi?”

Hihi!

Dr. Tan memberikan daftar penggantinya segera. Buah dan sayur sebagai sumber karbohidrat. Ia menyajikan urutan buah-buah yang memiliki kandungan fructose -gula alami buah- aman. Ia juga menekankan cara menyajikan sayuran yang baik.

“Jangan bilang Anda sudah makan sayur kalau yang dimakan sayur bening atau sayur cap cay, itu bukan sayur, itu sampah dalam bentuk sayur!” Ucapnya dalam nada tinggi. “Sayur dimasak sudah pasti enzyme-nya mati, gak ada gunanya buat tubuh, paling cuma serat-seratnya aja. Makan sayuran mentah yang dicuci bersih, kalau takut sama petsisida, ya beli yang organic atau tanam sendiri di depan rumah!”

3. tidak ada susu binatang
“Sapi itu begitu anaknya sudah bisa berjalan, ia akan segera berenti menyusui dan membiarkan anaknya mencari makan sendiri, manusia itu satu-satunya species yang cukup gob*** untuk mati-matian mencari susu spesies lain dan merasa membutuhkannya”.

Ia kemudian menyambung lagi, “Anak kecil di atas usia 2 tahun dipaksa minum susu, orang tuanya tidak sadar bahwa anak itu akan mengalami kesulitan pencernaan, karena cadangan enzyme-nya akan terkuras untuk mencerna bahan makanan yang semestinya tidak ia konsumsi lagi”. Pendapat yang sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Hiromi Shinya tentang Enzyme pangkal atau miskonsepsi dimana intoleransi laktosa kadang dianggap tidak ada saat sang anak tidak mencret waktu minum susu. Padahal sang anak menunjukan gejala alergi lain, infeksi kulit, eksim, gatal-gatal, sembelit, obesitas, mudah terserang penyakit hingga asma.

Saya sih sudah tahu persis fakta bahaya susu sapi. Dari sisi lactose intolerant, casein, non absorb calcium juga gak ada guna-gunanya sedikitpun bagi tubuh. Tapi orang lain? Fakta satu ini membuat mereka terkaget-kaget. Maklum jor-joran uang yang digelontorkan pabrikan susu memang membuat kampanye kebutuhan manusia terhadap cairan produksi binatang ini terasa begitu membahana dan menguasai kehidupan kita.

“Kurang apa kalau kita gak minum susu? Kalsium? Bohong pabrikan itu, kalau gak minum susu kita kekurangan kalsium. Kalsium di susu sapi gak bisa diserap tubuh manusia, titik!” Ia kemudian menunjukan fakta kelicikan produsen susu untuk berkelit dari upaya penipuan saat orang yang minum susu tetap terserang osteoporosis. “Pasti ada tulisan kecil, sangat kecil, di salah satu sudut kotak atau kaleng susu, yang menuliskan kalimat semacam ‘Harus disertai dengan aktivitas fisik yang rutin’, jadi mereka bisa mengelak dari pasal penipuan ke masyarakat”. Ia juga menertawakan satu produsen susu sapi yang begitu gencar memasarkan produk susu kalsium tapi diembel-embeli dengan kalimat ‘berjalan 10.000 langkah perhari’. “Anda mau nyuruh kakek-nenek yang renta berjalan 10 kilometer sehari? Gak keropos bener, tapi yang ada mereka matek, kecape’an” ujarnya dengan logat Jawa sangat kental.

4. banyak bergerak
Kalau yang satu ini saya agak ge-er, karena Dr. Tan memberikan konsep sambil mengacu kepada beberapa tulisan saya yang telah ia baca. “Sistem limfatik tubuh cuma bisa berfungsi kalau kita bergerak dengan baik, terimakasih kepada Iyengar dan juga pada Erik yang telah menyampaikan pemikiran beliau kepada kita lewat tulisan-tulisannya” Ia mengucapkan ini sambil menatap tajam ke arah saya. Haha, segalak-galaknya beliau tapi ia punya jiwa fair play yang luar biasa. Sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan apa yang saya lakukan, benar-benar mengacu kepada kemaslahatan bersama, take a bow, doc!

Menurut Dr. Tan, usaha mati-matian di satu sisi tapi melewatkan sisi yang lain, adalah upaya yang kadang tidak membuahkan hasil maksimal. Menjaga makanan tanpa pernah aktif menggerakan tubuh secara benar akan membuat fitalitas kita terganggu. Demikian pula hal sebaliknya.

KESEMBUHAN HAKIKI
Kekerasan Dr. Tan kepada pasiennya, mengingatkan saya pada salah satu kalimat dari BKS Iyengar, tokoh utama yoga dunia, saat ia dikritik karena terkenal sebagai orang yang sangat keras dalam menerapkan metodenya. “Saya berhadapan dengan orang yang ingin belajar dari saya dan memperbaiki kerusakan yang telah mereka lakukan. Tapi saat mereka muncul di depan saya dan melakukan hal yang telah merusak mereka, apa yang harus saya lakukan?” Tanya Iyengar. “Saya harus bersikap keras dan menghancurkan kebiasaan lama mereka, agar mereka bisa menumbuhkan kebiasaan baru yang positif dan membenarkan apa yang telah mereka rusak selama ini. Mungkin memang ada cara lain yang lebih baik, tapi bagi saya ini cara terbaik yang bisa saya lakukan” Jawaban tegas dari seorang tokoh yang buah karyanya dijadikan rujukan utama di dunia kesehatan modern.

Sama dengan yang dilakukan oleh Dr. Tan ini. Berhadapan dengan segerombolan pasien yang telah menyia-nyiakan kesehatan mereka dengan berbagai cara, ia harus berlaku keras dan kejam, untuk membuat pasiennya sadar dan mengubah gaya hidup mereka sesuai dengan kebutuhan. “Kita boleh dibilang galak dan saklek, Rik. Tapi kalau mau merubah kebiasaan buruk orang, kita gak boleh kompromi. Terserah mereka mau melakukan atau tidak, it’s a matter of choice kok” Benar! If you don’t like what we do, don’t come to us, but if you think what we do can help you, so come!.

Sederhana kan?

Kepingin rasanya menyaksikan praktek Dr. Tan ini sampai habis. Sayang waktu saya terbatas dan harus segera meninggalkan tempat ini. Tapi sebelum saya pergi, Dr. Tan sempat mengungkapkan serentetan kalimat yang sangat berharga untuk didengar dan disebarkan. “Kesehatan itu harus bersifat hakiki. Kalau kita sakit, harus dicari penyebabnya, bukan cuma gejalanya yang diatasi, itu bukan penyembuhan, tapi mengulur-ngulur permasalahan” Ia mengarahkan padangannya kepada bapak yang terkena darah tinggi tadi.

“Kalau cuma mematikan alarm mobil, itu bukan menyelesaikan masalah. Kalau lampu indikator bensin menyala, ya kita harus mengisi bensin, bukan menggebuk lampu indikator itu supaya mati!”

Menarik sekali!

Sayang seribu sayang, tujuan selanjut saya sangat jauh dari tempat praktek ini, Bumi Serpong Damai ke salah satu daerah di bilangan Jakarta Pusat. Dengan berat hati saya memotong sesi ini dan meminta ijin untuk pergi. Dr. Tan berdiri menyalami saya sambil berkata, “Suatu kehormatan kamu meminta saya menulis kata pengantar untuk bukumu, mengharukan sekali”

Kehormatan untuk seorang Dr. Tan? Who do you think I am, doc?

It’s vice versa!




۞Peta Harta۞

Senin, 01 April 2013

Jangan Kecewa

Jika semua yang kita kehendaki terus kita Miliki,
darimana kita belajar Ikhlas?

Jika semua yang kita impikan segera Terwujud,
darimana kita belajar Sabar?

Jika setiap doa kita terus Dikabulkan,
darimana kita dapat belajar Ikhtiar?

Seorang yang dekat dengan Allah, bukan berarti tidak ada air mata.
Seorang yang Taat pada Allah, bukan berarti tidak ada Kekurangan.
Seorang yang Tekun berdoa, bukan berarti tidak ada masa sulit.

Biarlah Allah yang berdaulat sepenuhnya atas hidup kita, karena Allah tahu waktu yang tepat untuk memberikan yang terbaik.

-broadcast bb-

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites